Rabu, 14 Maret 2012

Hak Cipta Tarian Pendet


Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan. Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan seni dan budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa “perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006).
Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan : “Negara memegang Hak Cipta atas folklor (sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun seperti : (1) Cerita Rakyat, puisi rakyat, (2) Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional, (3) Tari-tarian rakyat, permainan tradisional, (d) Hasil seni antara lain berupa : Lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Adapun jangka waktu perlindungan pasal 10 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah tanpa batas waktu karena negara memegang hak cipta ini.
Hak Cipta Tari Pendet
Sejarah Tari Pendet :
Tari Pendet awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan jaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya (http://budaya-indonesia.org/iaci/Tari_Pendet).
Jika melihat dari pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka pemerintahlah yang memegang perlindungan hak cipta tari pendet ini karena termasuk Hak Cipta atas folklor. Pemerintah Indonesia bisa menyatakan Hak Cipta tari pendet ini kepada dunia Internasional berdasarkan publikasi-publikasi yang ada, baik publikasi media massa maupun catatan tertulis lainnya. Begitu pula bagi seniman Bali perlu menunjukan bukti-bukti publikasi dan catatan-catatan Tari Pendet ini kepada dunia. Memang langkah ini sudah cukup karena tidak adanya kewajiban pendaftaran Hak Cipta, hanya saja pencipta maupun pemegang hak cipta yang tidak mendaftarkan ciptaannya tidak akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Maka tugas pemerintah Indonesia saat ini adalah menginventarisir kembali kesenian dan kebudayaan Indonesia serta mendaftarkan semua hak cipta kekayaan seni dan budaya tersebut ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) RI. Dengan demikian jika suatu saat terjadi sengketa kita bisa menyelesaikannya secara hukum. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendaftaran Hak Cipta ini harus bisa menjadi kepentingan bersama masyarakat Indonesia.
Penulis Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ambadar.com

Saran menurut saya selaku pembaca
Negara Indonesia adalah pemilik asli dari semua kesenian yang ada di Indonesia khususnya tari pendet. Tari pendet tersebut adalah warisan budaya yang patu dilestarikan keberadaannya tidak hanya namanya saja yang tenar. Kita selaku warga Negara Indonesia yang mempunyai hak cipta atas warisan budaya tersebut wajib melestarikannya dengan menarikan tarian tersebut. Kalau sudah ada yang ambil ajah baru pada repot, harusnya dari dulu kita melestarikan budaya kita, tidak hanya tari pendet. Seperti reog ponorogo itu di klaim sebagai tarian asli dari Malaysia karena kenapa? Karena warga Negara Indonesia itu hanya rebut kalau sudah di ambil atau di cap hak ciptanya Negara lain, kalau di lestarikan ajh ga ada, sudah hilang di makan jaman.
Mulai sekarang kita selaku warga Indonesia yang mengakui warisan budaya sendiri wajib melestarikan budaya kita jangan sampai di klaim sebagai warisan budaya Negara lain. Batik di akui banyak dunia adalah kesenian yang menakjubkan itu juga merupakan asli dari warisan budaya Indonesia. Untuk pemerintahan Indonesia harusnya mencatat semua warisan budaya Indonesia dalam buku di persatuan Negara atau PBB yang isinya semua budaya bangsa Indonesia agar tidak di klaim lagi oleh Negara lain.

sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/08/24/pentingnya-mendaftarkan-hak-cipta-studi-kasus-tari-pendet/ 

Hak Cipta Tarian Pendet



Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan. Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan seni dan budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa “perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006).
Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan : “Negara memegang Hak Cipta atas folklor (sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun seperti : (1) Cerita Rakyat, puisi rakyat, (2) Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional, (3) Tari-tarian rakyat, permainan tradisional, (d) Hasil seni antara lain berupa : Lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Adapun jangka waktu perlindungan pasal 10 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah tanpa batas waktu karena negara memegang hak cipta ini.
Hak Cipta Tari Pendet
Sejarah Tari Pendet :
Tari Pendet awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan jaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya (http://budaya-indonesia.org/iaci/Tari_Pendet).
Jika melihat dari pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka pemerintahlah yang memegang perlindungan hak cipta tari pendet ini karena termasuk Hak Cipta atas folklor. Pemerintah Indonesia bisa menyatakan Hak Cipta tari pendet ini kepada dunia Internasional berdasarkan publikasi-publikasi yang ada, baik publikasi media massa maupun catatan tertulis lainnya. Begitu pula bagi seniman Bali perlu menunjukan bukti-bukti publikasi dan catatan-catatan Tari Pendet ini kepada dunia. Memang langkah ini sudah cukup karena tidak adanya kewajiban pendaftaran Hak Cipta, hanya saja pencipta maupun pemegang hak cipta yang tidak mendaftarkan ciptaannya tidak akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Maka tugas pemerintah Indonesia saat ini adalah menginventarisir kembali kesenian dan kebudayaan Indonesia serta mendaftarkan semua hak cipta kekayaan seni dan budaya tersebut ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) RI. Dengan demikian jika suatu saat terjadi sengketa kita bisa menyelesaikannya secara hukum. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendaftaran Hak Cipta ini harus bisa menjadi kepentingan bersama masyarakat Indonesia.
Penulis Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ambadar.com

Saran menurut saya selaku pembaca
Negara Indonesia adalah pemilik asli dari semua kesenian yang ada di Indonesia khususnya tari pendet. Tari pendet tersebut adalah warisan budaya yang patu dilestarikan keberadaannya tidak hanya namanya saja yang tenar. Kita selaku warga Negara Indonesia yang mempunyai hak cipta atas warisan budaya tersebut wajib melestarikannya dengan menarikan tarian tersebut. Kalau sudah ada yang ambil ajah baru pada repot, harusnya dari dulu kita melestarikan budaya kita, tidak hanya tari pendet. Seperti reog ponorogo itu di klaim sebagai tarian asli dari Malaysia karena kenapa? Karena warga Negara Indonesia itu hanya rebut kalau sudah di ambil atau di cap hak ciptanya Negara lain, kalau di lestarikan ajh ga ada, sudah hilang di makan jaman.
Mulai sekarang kita selaku warga Indonesia yang mengakui warisan budaya sendiri wajib melestarikan budaya kita jangan sampai di klaim sebagai warisan budaya Negara lain. Batik di akui banyak dunia adalah kesenian yang menakjubkan itu juga merupakan asli dari warisan budaya Indonesia. Untuk pemerintahan Indonesia harusnya mencatat semua warisan budaya Indonesia dalam buku di persatuan Negara atau PBB yang isinya semua budaya bangsa Indonesia agar tidak di klaim lagi oleh Negara lain.

Sabtu, 03 Maret 2012

Hak Cipta Tarian Pendet



Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan. Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan seni dan budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa “perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006).
Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan : “Negara memegang Hak Cipta atas folklor (sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun seperti : (1) Cerita Rakyat, puisi rakyat, (2) Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional, (3) Tari-tarian rakyat, permainan tradisional, (d) Hasil seni antara lain berupa : Lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Adapun jangka waktu perlindungan pasal 10 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah tanpa batas waktu karena negara memegang hak cipta ini.
Hak Cipta Tari Pendet
Sejarah Tari Pendet :
Tari Pendet awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan jaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya (http://budaya-indonesia.org/iaci/Tari_Pendet).
Jika melihat dari pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka pemerintahlah yang memegang perlindungan hak cipta tari pendet ini karena termasuk Hak Cipta atas folklor. Pemerintah Indonesia bisa menyatakan Hak Cipta tari pendet ini kepada dunia Internasional berdasarkan publikasi-publikasi yang ada, baik publikasi media massa maupun catatan tertulis lainnya. Begitu pula bagi seniman Bali perlu menunjukan bukti-bukti publikasi dan catatan-catatan Tari Pendet ini kepada dunia. Memang langkah ini sudah cukup karena tidak adanya kewajiban pendaftaran Hak Cipta, hanya saja pencipta maupun pemegang hak cipta yang tidak mendaftarkan ciptaannya tidak akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Maka tugas pemerintah Indonesia saat ini adalah menginventarisir kembali kesenian dan kebudayaan Indonesia serta mendaftarkan semua hak cipta kekayaan seni dan budaya tersebut ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) RI. Dengan demikian jika suatu saat terjadi sengketa kita bisa menyelesaikannya secara hukum. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendaftaran Hak Cipta ini harus bisa menjadi kepentingan bersama masyarakat Indonesia.
Penulis Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ambadar.com

Saran menurut saya selaku pembaca
Negara Indonesia adalah pemilik asli dari semua kesenian yang ada di Indonesia khususnya tari pendet. Tari pendet tersebut adalah warisan budaya yang patu dilestarikan keberadaannya tidak hanya namanya saja yang tenar. Kita selaku warga Negara Indonesia yang mempunyai hak cipta atas warisan budaya tersebut wajib melestarikannya dengan menarikan tarian tersebut. Kalau sudah ada yang ambil ajah baru pada repot, harusnya dari dulu kita melestarikan budaya kita, tidak hanya tari pendet. Seperti reog ponorogo itu di klaim sebagai tarian asli dari Malaysia karena kenapa? Karena warga Negara Indonesia itu hanya rebut kalau sudah di ambil atau di cap hak ciptanya Negara lain, kalau di lestarikan ajh ga ada, sudah hilang di makan jaman.
Mulai sekarang kita selaku warga Indonesia yang mengakui warisan budaya sendiri wajib melestarikan budaya kita jangan sampai di klaim sebagai warisan budaya Negara lain. Batik di akui banyak dunia adalah kesenian yang menakjubkan itu juga merupakan asli dari warisan budaya Indonesia. Untuk pemerintahan Indonesia harusnya mencatat semua warisan budaya Indonesia dalam buku di persatuan Negara atau PBB yang isinya semua budaya bangsa Indonesia agar tidak di klaim lagi oleh Negara lain.

         http://gunadarma.ac.id/